Dalam membangun tim restoran yang solid, bisa kita ibaratkan sebuah restoran itu seperti pementasan teater, maka konsep dan menu adalah naskahnya, desain interior adalah panggungnya, tapi yang benar-benar menghidupkan pertunjukan itu adalah para aktornya: tim kita. Banyak pemilik restoran baru mencurahkan seluruh energi dan modal untuk menciptakan makanan paling enak atau tempat paling cantik, namun seringkali menganggap urusan sumber daya manusia hanya sebatas formalitas mengisi lowongan. Padahal, inilah bagian yang paling menentukan. Anda bisa punya resep terbaik di dunia, tapi jika yang menyajikannya adalah orang yang tidak tulus, rasa istimewa itu tidak akan pernah sampai ke hati pelanggan. Membangun tim yang solid adalah pekerjaan paling sulit, sekaligus paling memuaskan dalam bisnis ini.
Prosesnya dimulai jauh sebelum hari pertama pelatihan. Ia dimulai dari cara kita memandang calon anggota tim kita. Berhentilah sejenak mencari orang dengan daftar riwayat hidup paling panjang. Pengalaman memang berharga, tapi ia bisa diajarkan. Yang lebih sulit ditemukan adalah karakter. Saat mewawancarai seseorang karyawan untuk restoran anda, coba lihat lebih dalam dari sekadar kemampuannya menjawab pertanyaan. Apakah ada senyum yang tulus di matanya? Apakah ia pendengar yang baik? Apakah ada energi positif yang terpancar? Saya belajar satu hal penting setelah bertahun-tahun di bisnis ini: rekrutlah sifatnya, latihlah keterampilannya. Jauh lebih mudah mengajari seseorang cara membawa tiga piring sekaligus daripada mengajarinya cara untuk benar-benar peduli pada orang lain.
Setelah Anda berhasil mengumpulkan orang-orang dengan ‘hati’ yang tepat, di situlah proses pelatihan yang sesungguhnya dimulai. Pelatihan bukan sekadar memberi mereka buku SOP Restoran dan menyuruh mereka menghafalnya. Ajak mereka untuk memahami “mengapa” di balik setiap aturan. Ceritakan pada mereka tentang mimpi Anda saat membangun restoran ini, tentang kisah di balik menu andalan Anda. Ketika seorang pelayan tahu cerita di balik menu “Sop Buntut Warisan Eyang”, ia tidak hanya akan menyajikannya, tapi ia akan menceritakannya dengan penuh kebanggaan. Libatkan mereka dalam proses mencicipi menu, biarkan staf dapur menjelaskan pekerjaannya pada staf layanan. Ini akan membangun rasa saling menghargai dan pemahaman yang mendalam, mengubah sekelompok individu menjadi sebuah unit yang kompak.
Tim yang hebat tidak lahir dari perintah, tapi dari kepercayaan. Berikan mereka tanggung jawab dan ruang untuk mengambil keputusan. Misalnya, berdayakan pelayan Anda untuk bisa memberikan solusi langsung jika ada keluhan pelanggan restoran anda, tanpa harus selalu bertanya pada manajer. Rasa percaya ini akan menumbuhkan rasa memiliki. Mereka tidak akan lagi merasa hanya “bekerja di sini”, melainkan merasa “ini adalah restoran kami”. Tentu, komunikasi adalah kuncinya. Adakan briefing singkat setiap hari sebelum restoran buka. Gunakan momen itu bukan hanya untuk memberi instruksi, tapi untuk bertanya, “Apa kendala kemarin? Apa yang bisa kita perbaiki hari ini?”. Jadilah pemimpin yang paling rajin turun ke lantai, yang tidak segan membantu mencuci piring saat keadaan darurat. Energi dan etos kerja Anda akan menular tanpa perlu banyak bicara.
Pada akhirnya, yang membuat tim terbaik bertahan bukanlah hanya sekadar gaji. Manusia butuh merasa dihargai. Sebuah ucapan “terima kasih” yang tulus di akhir hari yang sibuk, sebuah perayaan kecil saat mencapai target, atau sekadar mengingat hari ulang tahun mereka, adalah hal-hal kecil yang punya dampak luar biasa. Berikan mereka jenjang karier, sebuah harapan bahwa kerja keras mereka akan membawa mereka ke posisi yang lebih baik suatu hari nanti. Sebab membangun tim restoran yang solid dan terlatih adalah aset terbesar Anda yang tidak ternilai. Merekalah yang akan mengubah pengunjung biasa menjadi pelanggan setia, dan mengubah restoran Anda dari sekadar tempat makan menjadi sebuah kenangan indah.
