Mungkin anda pernah bertanya-tanya, apa itu Bintang Michelin dan bagaimana cara mendapatkan Bintang Michelin? Bayangkan, penghargaan kuliner paling bergengsi dan didambakan di seluruh muka bumi ini, ternyata lahir dari sebuah perusahaan ban mobil. Kedengarannya aneh, bukan? Tapi begitulah ceritanya. Lebih dari seratus tahun yang lalu di Prancis, dua bersaudara bernama André dan Édouard Michelin ingin mendorong orang-orang untuk lebih sering bepergian dengan mobil mereka, agar ban yang mereka produksi jadi lebih laku. Caranya? Mereka membuat sebuah buku panduan kecil berwarna merah, berisi peta, lokasi bengkel, dan yang terpenting, daftar tempat makan dan penginapan yang bagus di sepanjang perjalanan. Mereka tidak pernah menyangka, bahwa dari niat sederhana itu, akan lahir sebuah standar emas yang menjadi mimpi tertinggi bagi para koki dan pemilik restoran di seluruh dunia.
Mendapatkan nama di dalam buku panduan Michelin saja sudah sebuah kehormatan, tapi ‘harta karun’ yang sesungguhnya adalah bintang-bintang yang mungkin disematkan di sebelah nama restoran itu. Bintang ini bukan sekadar rating, ia adalah sebuah pengakuan atas keunggulan kuliner yang luar biasa. Satu Bintang Michelin diberikan pada restoran yang menyajikan masakan berkualitas tinggi dan layak untuk dikunjungi jika Anda kebetulan berada di kota itu. Dua Bintang menandakan level yang lebih tinggi lagi, sebuah masakan istimewa yang pantas untuk Anda mengambil jalan memutar dari rute perjalanan Anda. Dan puncaknya, Tiga Bintang Michelin, adalah sebuah anugerah langka. Ini berarti restorannya sendiri adalah sebuah destinasi, sebuah tempat dengan kuliner eksepsional yang layak Anda rencanakan dalam sebuah perjalanan khusus, bahkan dari negara lain sekalipun.

Lalu, siapa yang memutuskan semua ini? Di sinilah letak keunikan dan misteri dari Bintang Michelin. Penilainya adalah sekelompok orang yang disebut ‘inspektur’, yang identitasnya sangat dirahasiakan. Mereka seperti agen rahasia di dunia kuliner. Mereka datang tanpa pemberitahuan, makan seperti tamu biasa, memesan dengan nama samaran, dan selalu membayar tagihannya sendiri untuk menjamin objektivitas total. Mereka akan berkunjung beberapa kali dalam setahun untuk memastikan satu hal yang paling krusial: konsistensi. Mereka tidak peduli dengan interior yang mewah atau pelayan yang paling rupawan. Fokus utama mereka hanya satu: apa yang ada di atas piring.
Para inspektur rahasia ini bekerja dengan lima pedoman suci yang sama di seluruh dunia. Pertama, kualitas bahan baku yang digunakan. Kedua, penguasaan teknik memasak dan harmoni rasa yang dihasilkan. Ketiga, kepribadian sang koki yang terpancar dari hidangannya, apakah ada keunikan dan orisinalitas di sana. Keempat, apakah harga yang dibayar sepadan dengan pengalaman rasa yang didapatkan. Dan yang terakhir, dan mungkin yang paling sulit, adalah konsistensi rasa masakan. Apakah rasa hidangan itu akan sama luar biasanya jika mereka kembali lagi tiga bulan dari sekarang? Semua dinilai dari makanan itu sendiri, tanpa terpengaruh oleh tren sesaat atau popularitas di media sosial.
Pada akhirnya, apa itu bintang michelin dan bagaimana cara mendapatkan Bintang Michelin bukanlah dengan sengaja mengejarnya. Tidak ada formulir pendaftaran atau lobi-lobi yang bisa dilakukan. Bintang itu adalah sebuah akibat, sebuah hasil dari dedikasi tanpa henti pada kesempurnaan. Ia adalah buah dari ratusan jam meracik kaldu, ribuan kali mencoba kombinasi rasa, dan sebuah obsesi untuk menyajikan yang terbaik di setiap piring, setiap hari, tanpa kecuali. Para koki yang meraihnya tidak pernah memasak untuk para inspektur, mereka memasak dengan segenap jiwa mereka untuk setiap tamu yang datang. Dan ketika dedikasi setinggi itu terpancar dari sebuah piring, para ‘agen rahasia’ itu akan merasakannya, dan dunia pun akan mengetahuinya.